Harga Beras Mahal Bisa Diantisipasi dengan Difersifikasi Pangan ke Non Beras
Hari demi hari harga beras terus naik dan meroket tajam tak terkendali. Kondisi ini tidak hanya menyusahkan warga masyarakat, tapi juga mengurangi kemampuan dan daya beli masyarakat.
membeli beras harga mahal juga memicu berkurangnya penghasilan. Menurut pengamat pertanian menyebut kenaikan harga beras yang terjadi sejak enam bulan terakhir
hingga menyentuh harga Rp16.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium adalah yang "tertinggi dalam sejarah".
Tak heran warga masyarakat rela mengantri berjam jam agar bisa membeli beras murah dari operasi pasar yang digelar pemerintah daerah di beberapa kabupaten di Jatim.
Selain faktor El Nino sebagai biang pemicu musim tanam mundur juga menurunnya hasil pertanian di beberapa wilayah di tahun 2023. Penurunan produksi beras ini mencapai satu juta ton. Kondisi ini juga dialami beberapa negara lainnya di dunia. Meskipun produksi beras di negara Thailand dan Vietnam tetap stabil dan tak mengalami penurunan produktifitas beras. Di bulan Ramdhan dan menjelang Idul Fitri 2024 ini, diperlukan stabilitas harga bahan pokok, Meskipun karena di kedua momen ini kebutuhan akan bahan pokok sedang tinggi tingginya. Pengamat pertanian menilai faktor lain yang turut berkontribusi terhadap naiknya harga beras yakni kebijakan pemerintah yang menggelontorkan bantuan sosial (bansos) berupa beras besar besaran saat masa kampanye kemarin.
Meskipun pemerintah melalui Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menurunkan kebijakan akan terus menggelontorkan beras SPHP (Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan) guna menjaga stabilitas harga beras nasional. Distribusi beras ini dijamin kualitas bagus. Meskipun dipatok di harga murah, namun memiliki kualitas tidak kalah dengan beras premium. Kondisi ini diharapkan perlahan kan semakin membaik dengan datangnya masa panen raya yang diperkirakan akan tiba pada sekitar bulan April-Mei , Meskipun ini mundur dibandingkan tahun lalu yang jatuh pada bulan Januari-Maret.
Perihal harga beras yang melonjak tajam ini ternyata juga sudah jauh jauh diprediksi oleh Ketum PDIP IBU Megawati. Bahkan sejak 4 tahun lalu, kekhawatiran akan berkurangnya produksi beras tanah air akan memicu problem kenaikan harga beras. Problem terkait penurunan produktifitas beras akan terjadi. Seperti yang disampaikan Untari Bisowarno
“Jadi 4 tahun yang lalu kami itu rapor dan kemudian ada seminar bu Mega sudah mengingatkan pada kita tentang imbas climate change atau perubahan iklim.
Kedua, terjadinya el nino waktu termasuk di dalamnya dunia tetapi sudah ada tengara bahwa. Beras ini semakin lama bisa semakin berkala negara negara lain dari Vietnam enggak mau lagi ekspor.
Nah maka sudah diingatkan 4 tahun yang lalu oleh ibu ketua umum kami supaya para kepala daerah mulai bicara kedaulatan pangan, ketahanan pangan mengalihkan beras ini ke non beras.
Merubah pola konsumsi nasi menjadi konsumsi non nasi,jagung misalkan seperti di Madura, bisa umbi umbian atau pisang, seperti saya ini udah nggak makan beras, dan buktinya saya baik baik saja, tetap sehat.
” Ujarnya politisi perempuan PDIP yang juga menjabat sekretaris DPD PDIP Provinsi Jatim ini.
Diversifikasi pangan pengganti beras yakni mulai mentradisikan budaya makan beras menjadi non beras , dengan mengggantinya dengan sumber karbohidrat yang lain sebagai strategi untuk mengurangi pasokan nasi agar mencukupi kebutuhan masyarakat, jadi kita tak perlu lagi mengimpor beras. Substitusi beras dengan komoditas pangan karbohidrat lainnya harus dilakukan dengan cara perlahan dan teratur. Untuk membuat komoditas pangan non-beras menggeser dominansi beras harus mulai dibiasakan. Agar problem kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras untuk menutup produksi yang kurang perlahan lahan bisa dikurangi